Six Sigma

Six sigma adalah suatu cara untuk mengukur kemungkinan perusahaan dapat membuat
atau menghasilkan berbagai jumlah unit yang ditentukan dari suatu produk atau jasa dengan
jumlah cacat nol ( zero defects ). atau bisa dikatakan bahwa Six Sigma merupakan sebuah metodologi terstruktur untuk memperbaiki proses yang difokuskan pada usaha mengurangi variasi proses (process variances) sekaligus mengurangi cacat (produk/jasa yang diluar spesifikasi) dengan menggunakan statistik dan problem solving tools secara intensif.
Tujuannya tidak hanya mengurangi produksi jumlah cacat pada barang tetapi juga
menghilangkan cacat pada organisasi itu. Six Sigma merupakan penilaian yang menandakan
“terbaik di kelasnya”, dengan hanya 3.4 cacat per juta unit atau produksi.
Penggunaan utama Six Sigma dalam mengukur nol cacat telah digunakan dalam industri
pabrik. Kebanyakan perusahaan pabrik AS rata-rata tingkatannya di bawah empat sigma. Di
tahun 1990, IBM pada tingkat rata-rata tiga sigma, sedangkan Motorola pada tingkat empat
sigma. Secara komparatif dapat dikatakan, industri apa pun, kebanyakan perusahaan rata-rata
terletak pada tingkat empat sigma pada awal 1990, dengan pengecualian tingkat kecelakaan
perusahaan penerbangan domestik terletak pada lima sigma.
Sebagai contoh, penanganan bagasi oleh perusahaan penerbangan, penulisan resep
dokter, pemrosesan gaji, tagihan rumah makan, dan voucher jurnal semua pada tingkat empat
sigma. Walaupun Six Sigma adalah suatu ukuran umum jumlah cacat nol di pabrik, beberapa
perusahaan sudah memperluas konsep nol cacat ini, diukur oleh Six Sigma, kepada kepuasan
pelanggan.
Menurut Peter Pande,dkk, dalam bukunya The Six Sigma Way: Team Fieldbook, ada enam komponen utama konsep Six Sigma sebagai strategi bisnis:
1. Benar-benar mengutamakan pelanggan: seperti kita sadari bersama, pelanggan bukan hanya berarti pembeli, tapi bisa juga berarti rekan kerja kita, team yang menerima hasil kerja kita, pemerintah, masyarakat umum pengguna jasa, dll.
2. Manajemen yang berdasarkan data dan fakta: bukan berdasarkan opini, atau pendapat tanpa dasar.
3. Fokus pada proses, manajemen dan perbaikan: Six Sigma sangat tergantung kemampuan kita mengerti proses yang dipadu dengan manajemen yang bagus untuk melakukan perbaikan.
4. Manajemen yang proaktif: peran pemimpin dan manajer sangat penting dalam mengarahkan keberhasilan dalam melakukan perubahan.
5. Kolaborasi tanpa batas: kerja sama antar tim yang harus mulus.
6. Selalu mengejar kesempurnaan.

Seperti disebutkan sebelumnya, Six Sigma adalah suatu metode yang sangat terstruktur. Nah, strukturnya terdiri dari lima tahapan yang disingkat DMAIC: Define, Analyze, Improve,
Control.
Selain itu, kesuksesan implementasi Six Sigma ditentukan oleh kehadiran seorang (atau lebih) fasilitator yang memahami manajemen dan penggunaan statistik; fasilitator ini disebut dengan Black Belt.
Namun yang terpenting di atas semua itu adalah team pelaksana, yang sebaiknya terdiri dari anggota yang berasal dari berbagai tim/departemen yang saling terkait (cross-functional team).