menangani ketidakpuasan pelanggan


pelanggan adalah raja, hal itu mungkin yang sering di dengung-dengungkan oleh para promotor. pahlawan garis depan perusahaan ini bisa jadi menggunakan berbagai macam cara untuk mendapatkan pelanggan sebanyak-banyaknya. ketika suatu perusahaan telah mendapatkan pelanggan yang cukup banyak maka yang selanjutnya harus dilakukan adalah mempertahankan pelanggan tersebut dan jika bisa menjadikannya loyal pada poduk/jasa yang kita tawarkan.
Dari hal tersebut muncul tantangan yang lebih jika terdapat keinginan pelanggan yang tidak sesuai dengan kenyataan produk/jasa kita. ketika ketidakpuasan tersebut telah mencapai titik kulminasi maka hal yang dimungkinkan terjadi adalah hilangnya pelanggan. namun, dalam proses mencapai ttik kulminasi ketdakpuasan tersebut pasti pelanggan akan melakukan komplain. dan komplain ini sebenarnya adalah kompensasi kesempatan ke-dua yang diberikan konsumen pada produsen. lalu bagaimana sebaikya menangani komplain pelanggan yang baik? nah, mungkin kutipan dari tulisan Handi Irawan D. MBA M,Kom, seorang managing director markting & research consultan frontier.


Mengucapkan terima kasih” merupakan langkah  pertama yang  harus  dilakukan  oleh front-line staff.  Seringkali, mengucapkan terima kasih bukanlah hal yang sulit dilakukan. Yang  menjadi masalah,  apakah front –line  staff  mampu melakukannya dengan tulus. Gerakan tubuh dan pancaran sinar mata serta senyum yang menyertai, lebih dari sekedar kata-kata. Tak mengherankan, pengembangan sikap terhadap jajaran customer service  sangatlah penting. Mereka perlu diyakinkan bahwa pelanggan yang komplain ini masih memberikan kesempatan kedua kepada perusahaan.

Kiat kedua dalam menangani komplain adalah mengucapkan “maaf”  setelah mengatakan kata “terimakasih.” Pada umumnya, setelah kata ini, emosi  pelanggan yang komplain pastilah reda. Sekali lagi, tanpa disertai sikap yang benar-benar berorientasi pelanggan, tidaklah mudah mendidik  karyawan  untuk melakukan hal ini dengan tulus. Yang lebih sering terjadi adalah reaksi spontan untuk bertahan  dan membela diri. Ini terutama terjadi bila standar layanan terhadap pananganan komplain tidak jelas. Ini juga bisa terjadi, bila karyawan tidak memiliki empowerment atau front–line staff  ragu-ragu siapa  sesungguhnya yang menjadi atasannya, pelanggan atau manajemennya.

Penanganan komplain akan lebih efektif apabila kemudian front- line staff  mampu mencari informasi  dari pelanggan. Hal ini penting sebagai dasar untuk memberikan solusi yang  tepat. Selain itu,  informasi yang diperoleh akan sangat berguna bagi perusahaan untuk memperbaiki standar layanan  atau langkah-langkah  perbaikan secara  internal di masa  mendatang. Pelanggan yang sudah mulai reda kemarahannya, biasanya cukup mudah untuk diminta informasi lebih lanjut.

Setelah itu, pelanggan biasanya akan minta kepastian bahwa perusahaan tidak akan melakukan hal ini  lagi. Jadi, kata “terima kasih”, “maaf”, perlu diikuti, ” kami berjanji hal tersebut tidak terulang lagi”.

Yang paling penting dari semua kiat ini adalah langkah kongkret terhadap penanganan komplain dan harus dilakukan secepat mungkin. Waktu adalah faktor penting dan sangat menentukan dalam penyelesaian komplain.

Lalu, dari manakah kita tahu bahwa penanganan komplain yang dilakukan oleh karyawan kita efektif?  Tidak ada cara lain kecuali melakukan pengukuran melalui suatu riset pasar. 

Salah satu riset pasar yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan decision  tree. Dalam hal ini,  pelanggan pertama-tama dikelompokkan dalam dua bagian, yaitu mereka yang mempunyai problem  dan pelanggan yang tidak mempunyai problem. Dari responden yang mempunyai problem, kemudian  dibagi menjadi dua kelompok, yaitu responden yang melakukan komplain dan responden yang  tidak melakukan  komplain. Akhirnya, responden yang melakukan komplain, dibagi dalam dua grup, yaitu  mereka yang sudah mendapatkan tindakan penyelesaian dan mereka yang merasa bahwa tidak ada  tindakan penyelesaian dari perusahaan. Kemudian, tingkat kepuasan dari setiap grup pelanggan  diukur dan dianalisis.

Dari hasil analisa seperti ini, perusahaan diharapkan mampu untuk mengidentifikasi dua hal. Pertama, sejauh manakah perusahaan sudah dipersepsi menyelesaikan komplain? Kedua, apakah mereka yang  komplain relatif lebih puas dibandingkan dengan mereka yang tidak komplain? Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Frontier, perusahaan dikatakan sudah menyelesaikan pekerjaan komplain secara baik, apabila sekitar 90% pelanggan yang komplain mengatakan “ya”.
Ada kemungkinan bahwa tingkat kepuasan pelanggan yang komplain dan tertangani dengan baik akan lebih tinggi dari mereka yang tidak pernah mempunyai problem. Apabila hal ini terjadi, perusahaan  tersebut dapat dikatakan mempunyai kemampuan yang sangat efektif dalam menangani komplain. Bagi mereka, komplain adalah kesempatan yang terbaik untuk meningkatkan kepuasan pelanggan. Untuk mencapai hasil seperti ini, sungguhlah tidak mudah. Kurang dari 10% perusahaan di Indonesia yang mampu melakukan hal ini.

Tidak ada komentar: